Senin, 28 November 2016

filsafat pendidikan realisme



. FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
Pada dasarnya realism merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis. Realisme berpendapat bahwa hakikiat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui disatu pihak, dan di pihak lainnya adalah adanya realita diluar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia. Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu: 1) Realisme nasional, 2) Realisme naturalis.
1.       Realisme Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religious. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme” . realisme klasik ialah filsafat ynani yang pertama kali dikembangkan oleh aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama Scholastisisme oleh Thomas Aquinas, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja . Thomas Aquinas menciptakan filsafat baru dalam agama Kristen, yang disebut tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan berada diluar fikiran (ide) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh tuhan, dan jiwa lebih penting dari pada materi karena tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu perpaduan/kesatuan materi dan rohani, dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggungjawab untuk bertindak,namun manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari kebahagiaan abadi.
a.       Realisme klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip  “self evident” , dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self evident  merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi adalah asas pembuktian tentang realitas dan kebenaran sekaligus. Self evident merupakan suatu buktiyang ada pada diri (realitas,eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan asas untuk mengerti kebenaran dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi pengetahuan, artinya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada didalam pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang tuhan, sifat-sifat tuhan, eksistensi tuhan, adalah bersifat self evident. Artinya, bahwa adanya tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain, sebab tuhan itu self evident. Sifat tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. eksistensi Tuhan merupakan prima kuasa, penyebab pertama dan utama dari segala yang ada, yakni merupakan penyebab dari realitas alam semesta. Tujuan pendidikan bersifat intelektual. Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja sebagian tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Bahan pendidiakan yang esensial bagi aliran ini, yaitu pengalaman manusia. Yang esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia. Kneller (1971) mengemukakan bahwa realism klasik bertujuan agar anak menjadi manusia bijaksana, yaitu seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan fisik dan sosial. “ For the classical realist the purposes of education is enable the pupil to become an intellectually wee-balnced person, as against one who is simply well adjusted to the physical and social environment “. Menurut Aristoteles, terdapat aturan moral universal yang diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai makhluk rasional.
b.      Realisme religius
Realisme religius dalam pandangannya tampak dualistis. Ia berpendapat bahwa terdapat dua order  yang terdiri atas “order natural” dan “order supernatural” . kedua order tersebut berpusat pada Tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, dimana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut . Menurut pandangan aliran ini, struktur sosial berakar pada aristokrasi dan demokrasi. Letak aristokrasinya adalah pada cara meletakan kekuasaan pada yang lebih tau dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan yang luas untuk memegang setiap jabatan dalam struktur masyarakat. Hubungan gereja dengan Negara, adalah menjaga fundamental dasar dualisme antara order natural  dan order supernatural. Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai ciptaan Tuhan. Tujuan utama pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisik dan sosial saja. Pendidikan tentang moral, realisme religius menyetujui bahwa kita dapat memahami banyak hukum moral dengan menggunakan akal, namun dengan secara tegas beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh Tuhan.
2.       Realism natural ilmiah
Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains di eropa pada abad kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Relisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem saraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan sosial (social Disposition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains. Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifatnya. Tugas filsafat mengkoordinsikan konsep-konsep dan temuan-temuan sains yang berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan hukum-hukum alam yang permanen, yang menyebabkan alam semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung  terus. Karena dunia bebas dari manusia dan diatur oleh hukum alam, dan manusia memiliki sedikit kontrol, mka sekolah harus menyediakan subject matter yang akan memperkenalkan anak dengan dunia sekelilingnya. Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realisme natural ilmiah adalah teori “Korespondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata.kebenaran merupakan penyesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan faktanya sendiri, atau antara fikiran dengan realitas situasi lingkungannya. Teori ini sebagai penolakan terhadap teori koherensi, yang pada umumnya dipergunakan oleh kaum idealis. Menurut teori korespondens, pengetahuan baru itu dikatakan benar apabila sesuai dengan teori atau pengetahuan terdahulu yang telah ada, karena teori yang telah ada tersebut adalah benar, sesuai dengan fakta, sesuai dengan situasi yang nyata. Pandangannya tentang nilai, mereka menolak pendapat bahwa nilai memiliki sanksi supernatural. Kebaikan adalah yang menghubungkan manusia dengan lingkungannya. Esensi manusia dan esensi alam adalah tetap. Realisme natural mengajarkan bahwa baik dan salah adalah hasil pemahaman kita tentang alam, bukan dari prinsip-prinsip nilai agama atau dari luar alam ini. Moralitas dilandasi oleh hasil penelitian ilmiah yang telah menunjukan kemanfaatannya pada manusia sebagai spesies tertinggi dari hewan. Sakit adalah jahat, dan sehat adalah baik. `
3.       Neo-realisme dan Realisme kritis
Selain aliran-aliran realisme diatas, masih ada lagi tandangan-pandangan lain yang termasuk realisme. Aliran-aliran tesebut disebut Neo-realisme dari Frederick Breed, dan Realisme Kritis dari Immanuel Kant . menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel kant, seorang pesintesis yang besar. Ia mensistensiskan pandangan-pandangan yang berbeda, antara empirisme dan rasionalisme, antara skeptisisme dan paham kepastian, antara eudaemonisme, dengan puritanisme. Ia bukan melakukan eklektisisme yang dangkal, melainkan suatu sintesis asli yang menolak kekurangan yang berada pada kedua pihak yang disintesiskannya, dan ia membangun suatu filsafat yang kuat. Pada waktu membicarakan idealisme

Kamis, 24 November 2016

pendidikan




Pendidikan adalah proses memanusiakan dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat (Depdiknas, 2005, hal 1). Berhubungan dengan pernyataan diatas, dapat dikemukakan makna, bahwa pendidikan itu harus dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakat sehari-hari, kemarin-saat ini-esok hari, sehingga dapat menjawab masalah apapun yang dialami manusia sebaga bekal agar dapat menjawab masalah apapun yang dialami manusia sebagai bekal agar dapat menjawab masalah apapun yang dialami manusia sebagai bekal agar dapat berhasil dalam kehidupan.
Tantangan hidup dari masa ke masa tidaklah sama, apa yang dialami orang tua terdahulu dengan generasi berikutnya tidaklah sama. Semua itu harus dapat dijawab melalui pendidikan, sehingga akan terlihat jelas antara yang berpendidikan dengan yang tidak terdidik. Tantangan hidup yang dihadapi saat ini adalah globalisasi. Globalisasi mulai muncul sekitar abad ke-20. Globalisasi menurut Kamus umum Bahasa Indonesia edisi ke-3 (poerwadarminata, 2007, hal.381) mempunyai arti proses masuknya keruang lingkup dunia. Dalam globalisasi seolah-olah dunia ini menjadi satu Negara, satu aturan, satu kebijakan. Globalisasi menempatkan manusia pada dunia tanpa batas yang ditandai dengan kemajuan penting dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi (ICT). Globalisasi membuat masyarakat memperoleh kemudahan dalam informasi. Globalisasi disatu sisi menguntungkan tapi sebaliknya disisi lain merugikan / mencelakakan. Daanya globalisasi telah menghilangkan jarak, mempersingkat waktu, mengefisienkan biaa, akan tetap globalisasi juga telah mengikis kearifan lokal, kurangnya pemahaman peserta didik akan nilai-nilai atau tatanan tradisional yang telah berurat berakar dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
     Situasi seperti ini tidak mungkin dibirkan begitu saja. Harus ada usaha yang keras dan sungguh-sungguh agar dapat mengatasi pengaruh negatif dari perkembangan zaman yang tidak dapat ditolak atau dihilangkan. Usaha yang keras dan sungguh-sungguh tersebut tentunya dilakukan oleh semua pihak yang terkait, baik antara pendidik, pembuat kebijakan pendidikan, juga semua pihak yang terkait, baik antara pendidik, pembuat kebijakan pendidikan, juga semua stakeholder sekolah. Mungkin kita bias bercermin kepada Negara Jepang yang tahun 1945 merupakan satu-satunya Negara yang mengalami kehancuran akibat bom atom. Akan tetapi situasi tersebut tidak membuat kaisar Jepang saat itu patah arang. Jepang bangkit membangun negerinya melalui pembaharuan pendidikan, hingga dewasa ini Jepang muncul sebagai Negara yang menguasai dunia didalam bidang ekonomi dan pendidikan.
     Pendidikan menurut undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Siddiknas, pasal 1 ayat 1 adalah :
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya umtuk memiliki kekuatan spiritual dan keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
     Uraian diatas mengandung pemahaman bahwa sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual). Oleh Karena itu, disetiap level manapun operasional (proses pembelajaran oleh guru). Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas) pada setiap pembelajaran harus direncanakan terlebih dahulu.
     Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya, dapat diartikan bahwa istilah pendidikan menjadi pembelajaran. Ada kegiatan utama dalam pendidikan, yaitu mewujudkan suasana belajar dan mewujudkan proses pembelajaran. Mewujudkan suasana belajar diantaranya mencakup lingkungan fisik, seperti bangunan sekolah, ruang guru, ruang bk, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya. Lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar atau akademik) seperti, komitmen, kerjasama, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio emosionalnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar. Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan prakondisi agar peserta didik dapat belajar sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana menciptakan tujuan pembelajaran atau kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran didesain agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dalam model dan strategi pembelajaran aktif ditopang oleh guru sebagai fasilitator.
     Memiliki kekuatan spiritual keagamaan artinya berdimensi ketuhanan, pribadi dan social. Artinya pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualis dan bukan pula pendidikan sosialistik, melainkan pendidikan yang mencari keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut. Jika belakangan ini sering dikemukakan tentang pendidikan karakter, dengan melihat ketiga pemikiran diatas sesungguhnya pendidikan karakter implisit dalam pendidikan.
     Berdasarkan uraian diatas tentang defenisi pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, dampaknya tidak sekedar menggambarkan pendidikan, tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas siapa sesungguhnya pendidik, siapa peserta didik, bagaimana seharusnya mendidik dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan. Masing-masing mempunyai peran yang saling mendukung bagi terlaksananya proses pendidikan dan pengajaran.
     Pendidikan nasional (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 2) adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945 yang beraakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
     Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, keimanan dan ketaqwaan manusia. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian pendidikan memgang peranan penting dan strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia yang akan membangun bangsa Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia harus bersamaan dengan pengembangan nilai-nilai yang ada dalam PIPS, yaitu nilai edukatif (kognitif, afektif, psikomotor), nilai praktis (bermanfaat untuk menghadapi masalah sehari-hari), dan nilai teoritis (pengembangan daya nalar kearah dorongan mengetahui sendiri kenyataan dan dorongan menggali dilapangan untuk menghadapi kehidupan dimasa datang).

Rabu, 23 November 2016

Konsep pendidikan karakter



KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
Pengertian pendidikan karakter
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur dan bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan lain sebagainya. Aristoteles  berpendapat bahwa karakter itu erat kaitannya dengan kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku.
 Menurut Elkind dan Sweet (2004) pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Dimana kita berfikir tentang macam-macam karakter yang kita inginkan untuk anak kita, ini jelas bahwa kita ingin mereka mampu untuk menilai apa itu kebenaran, sangat peduli tentang apa itu kebenaran/hak-hak, dan kemudian melakukan apa yang mereka percaya menjadi  yang sebenarnya, bahkan dalam menghadapi tekanan dari tanpa dan dalam godaan.
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga Negara yang baik. Dan bisa dilihat secara umum dalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat diantara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan dinegara-negara barat, seperti : pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Selasa, 22 November 2016

pengangguran di indonesia



Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Faktor utama penyebab pengangguran di Indonesia
pengangguran yaitu orang yang berada pada usia produktif/usia kerja yang tidak bekerja. Berdasarkan penyebabnya pengangguran dapat dibedakan 5 macam yaitu:
  1. Pengangguran struktural yaitu : pengangguran yang terjadi akibat adanya perubahan struktur dan kegiatan ekonomi sebagai akibat perkembangan ekonomi.
  2. Pengangguran siklus/konjungtur yaitu : pengangguran yang terjadi akibat adanya perubahan-perubahan dalam tingkat perekonomian.misalnya perusahan-perusahaan harus mengurangi kegiatan produksi sehingga sebagian tenaga kerja diberhentikan.
  3. Pengangguran friksional yaitu : pengangguran yang terjadi pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment),di mana tenaga kerja berusaha mengganti pekerjaan atau pergeseran tenaga kerja atau mogok sementara untuk menuntut kenaikan upah.
  4. Pengangguran musiman yaitu : pengangguran yang terjadi akibat perubahan permintaan terhadap tenaga kerja yang sifatnya berkala,misalnya menganggur pada saat selang antara musim tanam dan musim panen
  5. Pengangguran karena perubahan teknologi(technological unemployment) yaitu pengangguran yang terjadi akibat perubahan teknologi misalnya mengganti tenaga kerja manusia dengan mesin.
Salah satu masalah yang cukup besar di Indonesia adalah masalah pengangguran, yang tidak pernah teratasi setiap tahunnya. Faktor pengangguran bisa beragam macamnya, dan ini tidak boleh di abaikan oleh pemerintah. Usaha mengatasi pengangguran bukanlah kewajiban pemerintah semata. Seluruh penduduk Indonesia di harapkan partisipasinya untuk mengatasi masalah ini. Tanpa kerjasama pemerintah dan masyarakat mustahil dapat mengatasi pengangguran di Indonesia. Berikut adalah beberapa penyebab pengangguran yang umum terjadi di Indonesia.
  1. Pendidikan rendah. Pendidikan yang rendah dpat menyebabkan seseorang kesulitan dalam mencari pekerjaan. Di karenakan semua perusahaan membutuhkan pegawai seminimal SMA.
  2. Kurangnya keterampilan. Banyak mahasiswa atau lulusan SMA yang sudah mempunyai kriteria dalam bekerja,namun dalam teknisnya keterampilannya masih kurang. Sehingga susah dalam mencari pekerjaan.
  3. Kurangnya lapangan pekerjaan. Setiap tahunnya, Indonesia memiliki jumlah lulusan sekolah atau kuliah yang begitu tinggi. Jumlah yang sangat besar ini tidak seimbang dengan lapangan pekerjaan yang ada, baik yang di sediakan oleh pemerintah maupun swasta.
  4. Kurangnya tingkat EQ masyarakat. Tingkat EQ meliputi kemampuan seseorang dalam mengandalikan emosi, yang berpengaruh terhadap keterampilan berbicara/berkomunikasi, bersosialisasi, kepercayaan diri, dan sifat lainnya yang mendukung dalam hidup di masyarakat. Orang yang pandai berkomunikasi dan pandai bersosialisasi lebih mudah mendapatkan pekerjaan di banding orang yang selalu pendiam dan tidak berani mengeksplor potensi diri.
  5. Rasa malas dan ketergantungan diri pada orang lain. Misalnya ada seorang lulusan sarjana yang kemudian tidak mau bekerja dan lebih suka menggantungkan hidup kepada orang tua atau pasangannya bila sudah menikah. Ia termasuk pengangguran, selain itu ia melewatkan peluang untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan bagi orang lain.
  6. Tidak mau berwirausaha. Umumnya sesorang yang baru lulus sekolah/kuliah terpaku dalam mencari pekerjaan, seolah itu adalah tujuan yang sangat mutlak. Sehingga persaingan mencari pekerjaan lebih besar di bandingkan membuat suatu usaha.
Itulah beberapa faktor pengangguran yang banyak terjadi di Indonesia. Cukup sulit untuk mengatasi pengangguran di Indonesia dengan tingkat jumlah penduduk yang begitu besar dan masih banyaknya korupsi di negeri ini, sehingga laju pengangguran semakin naik per tahunnya.
Dampak pengangguran terhadap pembangunan nasional
Jika tingkat pengangguran tinggi, sumber daya menjadi terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat akan merosot. Sehingga menghambat beberapa faktor pembangunan nasional, seperti :
a)    Pendapatan nasional dan pendapatan perkapita.
Upah merupakan salah satu komponen dalam penghitungan pendapatan nasional. Apabila tingkat pengangguran semakin tinggi, maka nilai komponen upah akan semakin kecil. Dengan demikian, nilai pendapatan nasional pun akan semakin kecil. Pendapatan per kapita adalah pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk. Oleh karna itu, nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
b)    Beban psikologis
Semakin lama seseorang menganggur, semakin besar beban psikologis yang harus ditanggung. Secara psikologis, orang yang menganggur mempunyai perasaan tertekan, sehingga berpengaruh terhadap berbagai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak psikologis ini mempunyai efek domino di mana secara sosial, orang menganggur akan merasa minder karena status sosial yang tidak atau belum jelas.
c)    Biaya sosial
Dengan semakin besarnya jumlah pengangguran, semakin besar pula biaya sosial yang harus dikeluarkan. Biaya sosial itu mencakup biaya atas peningkatan tugas-tugas medis, biaya keamanan, dan biaya proses peradilan sebagai akibat meningkatnya tindak kejahatan.