Senin, 19 Desember 2016

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN
1.      Manusia dan Filsafat
Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak danberfikir, dan kerena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dasyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menenteng dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, temenung, memikirkan segala hal yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, diliatnya bahwa segala sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah,dan melimpah ruah. [1]
Didalam sejaran umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuranmanusia meningkat tinggi, maka tampullah manusia-manusia unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan, sosial masyarakat, alam semesta, dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama kalinya filsafat dalam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode dua, lalu sophisme, kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad sebelum Masehi.
Memang filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua, begitu pula pemikiran Sophisme, belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan. Berulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh sokrates (470 SM – 399 SM), dan murid-muridnya plato dan aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang pendidikan.
Proses kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya perubahan-perubahan yang drastis.  Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan umat manusia  diatas permukaan planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemauan teknologi telah mendekatkan jarak  bumi yang jauh menjadi dekat sekali, seperti di sebelah rumah saja.  Apa yang terjadi di sutau negara pada detik ini dan saat ini juga telah diketahui olehnegara-negara lain di dunia ini.
Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab tantangan zaman yang sekarang kita hadapi.
Kita harus mengakui bahwa dalam sistem, teori,dan filsafat pendidikan kita masih mengiport dari negara lain. Meskipun para ahli kita dalam bidang ini barangkali sudah ada, akan tetapi belum berani tampil ke depan.  Baiklah marilah! Kita gunakan sistem, teori, peralatan dan filsafat pendidikan oran lain dulu, sebelum kita dapat menciptakan sendiri semuanya itu, asal kita usahakan untuk menyeuaikannya dengan kepribadian kita, kita ambil mana yang baik dan kita buang mana yang mudharat, lalu kita jadikan hak milik kita sendiri. Jadi dalam hal ini harus ada proses indonesialisme.[2]
2.      Filsafat dan Teori Pendidikan
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih rinci dapat diuraikan sebgai berikut:
1)      Filsafat,dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, disamping menggunakan metoda-metoda ilmiyh lainnya.
2)      Fisafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah berkembang oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relefansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dengan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
3)      Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik.
Disamping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saefullah dalam bukunya antara Filsafat dan pendidikan, sebagai berikut:
a.       Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini moral pendidikannya.
b.      Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi pelitik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akultrasi dan peran pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.
Definisi diatas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu:  filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalahbehwa yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya diperlakukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.
3.      Hubungan antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
a.    Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pendidikan
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena filsafat lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan.lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan juga ingin memperhaikan hal-hal yang khusus.[3]
Kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir filosofis dan berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan piaget tentang epistemologi genetis, yaitu fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh halford sebagai berikut:
Jasa utama dari piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tinggah laku yang terdiri atas empat fase, yaitu:
1)      Fase Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana caraberfikir anak masih sangat ditentukanoleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam proses berfikir dan pikiran anak.
2)      Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan berfikir dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional).
3)      Fase Operasional yang kongkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahkan persoalan secara kongkrit dan terhadap benda-benda yang kongkrit pula.
4)      Fase Operasi Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa serta memprosenya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Bisa disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara lain :
1)      Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem
2)      Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3)      Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4)      Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan. Tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
5)      Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.
b.      Kedudukan Filsafat dalam Kehidupan Manusia
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Jadi seorang filosof adalah orang yang mencintai kebijaksanaan dan hikmat yang mendorong manusia itu sendiri untuk menjadi orang yang bijaksana. Dalam arti lain, filsafat didifinisikan sebagai suatu pemikiran yang radikal dalam arti mulai dari akarnya masalah samapai mencapai kebenaran melalui tahapan pemikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri. [4]
Filsafat dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan agama atau pengganti keduudkan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala pertanyaan atau sial-soal yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan adalah lebih tinggi daripada filsafat karena didalam agama masih ada pengetahuan yang tak tercapai oleh budi biasa adan hanya dapat diketahui karena diwahyukan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keduudkan filsafat dalam kehidupan manusia adalah:
1)      Memberikan pengertian  dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat.
2)      Berdasarkan dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada manusia. Pedoman itu mengenai segala sesuatu yang terdapat disekitar maunusia sendiri seperti kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga mengetahui bahwa alat-alat kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Dengan akal, filsafat memberikan pedoman hidup untuk berfikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan rasa dan kehendak maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan buruk.
Uraian mengenai filsafat sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya kiranya akan banyak memberikan gambaran dan kemudian dalam memahami lapangan pendidikan dan filsafat pendidikan kemudian. Dan munculnya filsafat pendidikan sebagai suatuilmu baru setelah tahun 1900-an tiada lain adalah sebagai akibat adanya hubungan timbal-blik antara filsafat dan pendidikan, untuk memecahkan dan memjawab persoalan-persoalan pendidikan secara filosofis.
Dan uraian mengenaifilsafat sebelumnya akan terasa lebih penting lagi karena hubungan antara filsafat dan pendiidkan tidak hanya sekedar biasa melainkan hubungan yang bersifat keharusan.
 
Sumber : Prasetya, Filsafat Pendidikan, 1997, CV. Pustaka Setia, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar