1.
Manusia dan Filsafat
Karena
manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak danberfikir, dan
kerena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh
dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dasyat, yang kadang-kadang dia tidak
kuasa untuk menenteng dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun,
temenung, memikirkan segala hal yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya
tanah tempat dia berpijak, diliatnya bahwa segala sesuatu tumbuh diatasnya,
berkembang, berbuah,dan melimpah ruah. [1]
Didalam
sejaran umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuranmanusia
meningkat tinggi, maka tampullah manusia-manusia unggul merenung dan memikir,
menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan
kehidupan, sosial masyarakat, alam semesta, dan jagad raya. Maka lahirlah untuk
pertama kalinya filsafat dalam periode pertama, selanjutnya filsafat alam
periode dua, lalu sophisme, kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih
enam abad sebelum Masehi.
Memang
filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua, begitu pula pemikiran
Sophisme, belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan.
Berulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh sokrates (470 SM –
399 SM), dan murid-muridnya plato dan aristoteles, filsafat mulai berpengaruh
positif dalam bidang pendidikan.
Proses
kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya perubahan-perubahan
yang drastis. Kebangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan umat manusia diatas permukaan planet bumi ini ratusan
tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah
status permukaan bumi secara drastis. Kemauan teknologi telah mendekatkan
jarak bumi yang jauh menjadi dekat
sekali, seperti di sebelah rumah saja.
Apa yang terjadi di sutau negara pada detik ini dan saat ini juga telah
diketahui olehnegara-negara lain di dunia ini.
Jadi
untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat
sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan,
teori pendidikan, filsafat pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional
sudah jelas tidak akan dapat menjawab tantangan zaman yang sekarang kita
hadapi.
Kita
harus mengakui bahwa dalam sistem, teori,dan filsafat pendidikan kita masih
mengiport dari negara lain. Meskipun para ahli kita dalam bidang ini barangkali
sudah ada, akan tetapi belum berani tampil ke depan. Baiklah marilah! Kita gunakan sistem, teori,
peralatan dan filsafat pendidikan oran lain dulu, sebelum kita dapat
menciptakan sendiri semuanya itu, asal kita usahakan untuk menyeuaikannya
dengan kepribadian kita, kita ambil mana yang baik dan kita buang mana yang
mudharat, lalu kita jadikan hak milik kita sendiri. Jadi dalam hal ini harus
ada proses indonesialisme.[2]
2.
Filsafat dan Teori Pendidikan
Hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih rinci
dapat diuraikan sebgai berikut:
1)
Filsafat,dalam
arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori-teori pendidikannya, disamping menggunakan metoda-metoda ilmiyh
lainnya.
2)
Fisafat,
juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah berkembang oleh
para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu,
mempunyai relefansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar
teori-teori dengan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan
tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
3)
Filsafat,
termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan atau pedagogik.
Disamping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori
pendidikan, juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana
dikemukakan oleh Ali Saefullah dalam bukunya antara Filsafat dan pendidikan,
sebagai berikut:
a.
Kegiatan
merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat
hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini
moral pendidikannya.
b.
Kegiatan
merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi pelitik pendidikan,
kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan
pengajaran, termasuk pola-pola akultrasi dan peran pendidikan dalam pembangunan
masyarakat dan negara.
Definisi diatas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu: filsafat pendidikan dan sistem atau teori
pendidikan dan hubungan antara keduanya adalahbehwa yang satu suplemen terhadap
yang lain dan keduanya diperlakukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan
hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.
3.
Hubungan antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
a.
Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pendidikan
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau
pokok. Karena filsafat lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia
dibidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan.lambat laun
sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau suatu
hal dari sudut yang umum, melainkan juga ingin memperhaikan hal-hal yang
khusus.[3]
Kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir
filosofis dan berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan piaget tentang
epistemologi genetis, yaitu fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan
mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga
dewasa sebagaimana diuraikan oleh halford sebagai berikut:
Jasa utama dari piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam
hal tinggah laku yang terdiri atas empat fase, yaitu:
1) Fase Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia
dimana caraberfikir anak masih sangat ditentukanoleh kemampuan pengalaman
sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya,
dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam proses berfikir dan pikiran
anak.
2) Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang
ditandai adanya kegiatan berfikir dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut
logika fungsional).
3) Fase Operasional yang kongkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk
memecahkan persoalan secara kongkrit dan terhadap benda-benda yang kongkrit
pula.
4) Fase Operasi Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah
mulai berfikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan
menggunakan hipotesa serta memprosenya secara sistematis dalam rangka
menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan
bagaimana realisasinya.
Bisa disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari
filsafat, antara lain :
1) Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem
2) Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan
dan dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3) Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang
digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4) Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari
semua ilmu pengetahuan. Tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya
sebagai ilmu pengetahuan dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh
filsafat.
5) Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.
b.
Kedudukan Filsafat dalam Kehidupan Manusia
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan
manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Filsafat
berarti cinta akan kebijaksanaan. Jadi seorang filosof adalah orang yang
mencintai kebijaksanaan dan hikmat yang mendorong manusia itu sendiri untuk
menjadi orang yang bijaksana. Dalam arti lain, filsafat didifinisikan sebagai
suatu pemikiran yang radikal dalam arti mulai dari akarnya masalah samapai
mencapai kebenaran melalui tahapan pemikiran. Oleh karena itu seorang yang
berfilsafat adalah orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab
dengan pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri. [4]
Filsafat dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan
agama atau pengganti keduudkan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala
pertanyaan atau sial-soal yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan
adalah lebih tinggi daripada filsafat karena didalam agama masih ada
pengetahuan yang tak tercapai oleh budi biasa adan hanya dapat diketahui karena
diwahyukan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keduudkan filsafat dalam
kehidupan manusia adalah:
1) Memberikan pengertian dan kesadaran
kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh
filsafat.
2) Berdasarkan dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan
pedoman hidup kepada manusia. Pedoman itu mengenai segala sesuatu yang terdapat
disekitar maunusia sendiri seperti kedudukan dalam hubungannya dengan yang
lainnya. Kita juga mengetahui bahwa alat-alat kewajiban manusia meliputi akal,
rasa dan kehendak. Dengan akal, filsafat memberikan pedoman hidup untuk
berfikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan rasa dan kehendak maka filsafat
memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan buruk.
Uraian mengenai filsafat sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya kiranya
akan banyak memberikan gambaran dan kemudian dalam memahami lapangan pendidikan
dan filsafat pendidikan kemudian. Dan munculnya filsafat pendidikan sebagai
suatuilmu baru setelah tahun 1900-an tiada lain adalah sebagai akibat adanya
hubungan timbal-blik antara filsafat dan pendidikan, untuk memecahkan dan
memjawab persoalan-persoalan pendidikan secara filosofis.
Dan uraian
mengenaifilsafat sebelumnya akan terasa lebih penting lagi karena hubungan
antara filsafat dan pendiidkan tidak hanya sekedar biasa melainkan hubungan
yang bersifat keharusan.
Sumber : Prasetya, Filsafat
Pendidikan, 1997, CV. Pustaka Setia, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar