. Kedudukan Perempuan dalam Keluarga di
Desa Citorek
Menurut
Sajogyo dalam bukunya Sosiologi Pedesaan Kumpulan Bacaan Jilid 2 (hal. 58,
2013) dalam garis besarnya, kedudukan wanita Indonesia menurut golongan dan
fungsinya ditentukan oleh jenisnya, ada pula keadaan-keadaan lain yang dalam
prakteknya dapat turut mempengaruhi. Yang terpenting diantaranya ialah:
1. Sistem
susunan keluarga yang berlaku didaerah tertentu (mengikuti garis keturunan
bapak, ibu atau orangtua);
2. Faktor-faktor
sosial dan ekonomis, terutama yang menyangkut pilihan tempat tinggal suami
isteri serta pernikahan;
3. Perbedaan
tingkat sosial, dan akhirnya;
4. Pengaruh
dari salah satu diantara tiga agama didunia, dalam urutan kronologis: agama
Hindu, Islam dan Kristen.
Dari
ke-empat hal yang dapat mempengaruhi kedudukan perempuan di Indonesia diatas,
sistem susunan keluarga yang berlaku yaitu mengikuti keturunan bapak atau
sering disebut patrilineal lah, yang
sesuai dengan masyarakat Desa Citorek. Mengapa di Desa ini berlaku sistem
patriarki? Karena Desa ini berangkat dari sebuah Desa Adat atau Kasepuhan,
pemerintahan desa yang berlaku seperti kerajaan ini lah yang menetapkan
pemimpin sebuah kasepuhan beserta jajarannya harus seorang laki-laki. Meski
Desa ini telah memiliki sistem pemerintahan yang sesuai dengan aturan
perundang-undangan negara Indonesia, yaitu adanya pembagian wilayah secara
administratif berupa Desa, tetapi sistem patriarki ini tetap hidup dalam
masyarakat sebagai Desa Adat disamping Desa Pemerintahan. Dalam menentukan
segala keputusan dalam keluarga haruslah seorang suami. Hal ini juga diperkuat
oleh faktor agama yang dianut masyarakat Desa Citorek. Yaitu agama Islam, yang
dimana dalam Islam dikatakan bahwa ridha seorang istri ada pada suaminya.
Apapun yang akan dilakukan istri harus dengan sepengetahuan sang suami. Seperti
yang dikatakan ibu rumah tangga yang berhasil saya ajak untuk berbincang
seputar bagaimana perannya dalam keluarga.
“lamun bade kaluar ti Citorek mah, teu
kenging neng lamun nyalira mah, ngan saupami sareng manehna mah tiasa.”
2.2. Pembagian Kerja Antara Laki-laki
dan Perempuan Dalam Keluarga di Desa Citorek
Desa Citorek merupakan salah satu
pembagian wilayah administratif negara Indonesia yang berada di Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten. Pada umumnya desa ini terbagi kedalam lima desa bagian
yakni, Desa Citorek Timur, Citorek Barat, Citorek Tengah, Citorek Sabrang, dan
Citorek Kidul. Dari ke-lima tersebut memiliki kesamaan dalam potensi sumberdaya
alam yang ada didalamnya, yaitu sektor pertanian. Perlu di ketahui pada zaman dahulu dalam pembagian kerja di desa citorek itu
tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, diartikan bahwa pekerjaan
laki-laki bisa saja dilakukan oleh perempuan. Dikaitkan dengan perempuan zaman
sekarang berposisi sebagai ibu rumah tangga, wirasuwasta semuanya di tambahkan
dengan kesibukan pertanian seperti menyangkul, menanam padi dan mengurus segala
tentang pertanian serta mengambil ikan. Karena perempuan di desa citorek di
didik oleh orang tua itu sama tidak ada yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan, orang tua mengajarkan harus mau bekerja dan harus mau berusaha dalam
pertanian. Maka dalam istilah dari bahasa sunda “kudu daek harus mau bekerja”
atau dalam istilah “Ayam pada matok pada ngoreh” Dalam mengurus pertanian pekerjaan laki-laki
dan perempuan itu sama tetapi di sini lebih berat pekerjaan perempuan dan
laki-laki lebih enak dalam bekerja, karena perempuan. Jika seorang suami pergi
ke kota maka yang mengurus pertanian adalah perempuan atau seorang istri,
Perempuan menjadi pengganti dari pada suami. Walaupun nanti sorang perempuan
menjadi seorang walikota tetapi jika sudah kembali di desa citorek maka sama
aja akan turun ke sawah untuk mengurus pertanian. Seperti papatah para Kiai
mengatakan “huru teu nyatu leger teu makena eta ges kapasrahan ku orangtuana
eta pamajikan” artinya kurus tidak menemu makan dan tidak berpakaian dari
orang tuanya itu di serahkan kepada suami, berarti suami yang bertanggung jawab
sepenuhnya atas istri. Jadi surga istri itu ada di suami jika sudah menjalankan
pernikahan, dan orang tua sudah tidak bertanggung jawab sepenuhnya dalam agama
kepada anak perempuannya tersebut. Bahkan perempuan itu tinggal makan suamilah
yang harus menyiapkannya dalam segi kehidupannya. Ketika pekerjaan laki-laki
banyak yang di lakukan oleh perempuan berarti perempuan adalah solehah dan
mendapatkan nilai ibadah plus itu yang di katakan para kiai yang ada di desa
citorek. Rata-rata yang ada di pedesaan itu akan sama, Cuma menjadi ketika
suami tidak ada jadi pengganti dari pada suami. Jadi jika suami sedang tidak
ada atau pergi ke kota maka pekerjaan laki-laki di gantikan oleh perempuan.
Dikarenakan sudah dibiasakan oleh oleh orang tua untuk diajarkan bertani sejak
kecil, maka pekerjaan suami sudah biasa di lakukan ketika suami tidak ada di
rumah atau pergi ke kota. Cuma di sini lebih tingkat kesadarannya dalam
pertaniannya lebih tinggi perempuan dari pada laki-laki. Dan jika tidak
mengurus pertanian dalam waktu sehari atau seminggu maka perempuan atau ibu-ibu
merasa pegal dan tidak betah di rumah, di karenakan mereka sudah biasa bertani
setiap hari. Berbeda dengan sekarang, mungin tidak mengenal sawah tidak
sepenuhnya di didik dalam bertani seperti misalkan yang sekolah di perguruan
tinggi, mereka lebih melurus kepada pendidikan atau di sekolah saja, maka ke
pekerjaannya pun mungkin akan berbeda, tidak akan bertani atau mengurus
pertanian dan memilih pekerjaan yang lain yang mungkin saja bisa di luar desa
citorek tersebut. Tetapi jika jika di katakan seperti yang di jelaskan di atas,
apapun pekerjaannya maka akan kembali lagi kepada mengurus pertanian. jadi
pembagian kerja perempuan dan laki-laki itu setara atau sama, bahkan dalam sisi
pertanian yang lebih berat pekerjaannya adalah perempuan, di desa kesepuhan
citorek perempuan tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah, seperti: masak,
menyuci baju, menyuci piring dan membersihkan keseluran di dalam rumah, tetapi
perempuan juga bekerja sebagai petani atau mengurus pertanian seperti:
menyangkul, menanam padi, hingga mengetem pun dikerjakan oleh perempuan sungguh
besar peran peran perempuan dalam keluarga.
Secara umum, sama pentingnya bahwa apa
yang di anggap sebagai sebagai pekerjaan laki-laki dalam suatu masyarakat
mungkin saja di anggap pekerjaan wanita pada masyarakat lain. Dengan demikian
menunjukan bahwa banyak pembagian itu di tentukan oleh kebudayaan dan faktor
biologis hanya beberapa persen saja. Rata-rata pekerjaan laki-laki itu
menempati porsi pekerjaan yang berat-berat dan membutuhkan tenaga ekstra.
Sebaliknya perempuan kebanyakan mendominasi pekerjaan yang relative lebih
ringan dan tidak membutuhkan tenaga super. Seperti menyuci dan memasak, menyapu
serta membersihkan seluruh ruangan yang terdapat di rumah. Namun tidak menutup
kemungkinan antara pekerjaan laki-laki dan perempuan tersebut di campur adukan
dan tidak tidak ada perbedaan di antara mereka. Karena pada kenyataannya tidak
sedikit perempuan yang menempati ruang pekerjaan laki-laki. Pembagian itu bukan
berdasarkan atas pertimbangan kemampuan terlihat dari kenyataan bahwa laki-laki
pun mampu melakukan pekerjaan perempuan, apapun tugas laki-laki dianggap lebih
terhormat dari pada peremupan, padahal pada dasarnya perempuan yang lebih
cekatan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Terbukti pada survey di desa
kesepuhan citorek bahwa perempuan lebih tangguh dalam menjalankan pekerjaannya
sehingga perempuanpun sanggup melakukan pekerjaan laki-laki. Maka perempuan
sangat berperan aktif dalam keluarga.
2.3.
Peran perempuan dalam kegiatan ekonomi di Desa Citorek
Perempuan
masyarakat Citorek sudah lebih terbuka dengan perkembangan zaman. Meskipun
daerah ini terletak diantara barisan pegunungan dengan aksesnya yang terjal,
namun beberapa kebutuhan sandang dengan brand-brand terkenal sudah masuk dan akrab
dengan para ibu-ibu di Desa ini. Hal ini dimanfaatkan oleh mereka sebagai cara
untuk membantu perekonomian keluarga, terlebih penghasilan yang didapat oleh
suami-suami mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. Namun
ada juga ibu-ibu yang menggeluti bisnis semacam ini hanya untuk mengoleksi
barang-barang tersebut dan agar tampil lebih menarik saat memakainya, dan
mungkin lama-kelamaan ini akan menjadi modal untuk berlaku konsumtif. Seperti
tiga orang ibu rumah tangga yang saat itu saya temui sedang bertukar katalog
perabotan rumah tangga hingga tas-tas dengan warna yang menarik perhatian
mereka.
Mereka
mengatakan saat ada waktu luang seperti ini, mereka manfaatkan untuk sekedar
bercengkrama dengan tetangga sekitar sembari melancarkan bisnis yang mereka
jalankan itu. Dan tidak hanya itu, untuk keperluan anaknya sekolah agar bisa
meraih pendidikan yang lebih tinggi dan keperluan sehari perempuan yang ada di
desa kesepuhan citorek juga sudah membuka usaha kecil-kecilan seperti membuka
warung yang hanya ada sekedarnya saja. Jika uang hasil dari suaminya tidak
mencukupi maka mereka senantiasa mengambil hasil dari jualannya tersebut. Maka
sudah dikatakan sudah modern di desa kesepuhan citorek tersebut jika di lihat
dari segi ekonominya. Dan mereka juga juga sudah menggunakan produk luar
seperti memakai pakaian yang modern dan bermerek, bisa di katakan bahwa di desa
kesepuhan citorek tidak tertinggal di era globalisasi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar