Pendidikan menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003, adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan diri sendiri,
bangsa maupun Negara. Dalam realitas sosial, kajian pendidikan IPS kurang
begitu mendapat tempat yang cukup mengembirakan karena masyarakat sementara ini
masih memiliki anggapan bahwa kajian ini tidak atau kurang memberikan
konstribusi pada kehidupan. Hal ini wajar, sebab memang kajian ini terlalu
sarat dengan teori yang jauh sekali dengan nilai-nilai pendidikan. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan konsep-konsep tersebut, maka pendidikan haruslah memuat
nilai-nilai kependidikan, diantaranya adalah dengan menghadirkan suasana
pembelajaran yang bersifat kontekstual. Jika tidak demikian pendidikan hanyalah
merupakan kumpulan-kumpulan kognitif belaka. Untuk mencapai tujuan Pendidikan
IPS haruslah dapat membantu para peserta didik mengembangkan kemampuan membuat
keputusan-keputusan yang bersifat reflektif sehingga mereka dapat memcahkan
masalah-masalah pribadi dan membantu kebijakan umum dengan cara berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan sosial, yang pada akhirnya ini semua akan lebih
bermanfaat ketika akan terjun secara langsung di masyarakat tempat ia tinggal.
Materi pendidikan
IPS di masyarakat bertujuan untuk membantu tumbuhnya pola berpikir ilmuan
sosial, mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan analisis peserta didik
terhadap kondisi sosial masyarakat dalam rangka membantu tumbuhnya warga Negara
yang baik. Untuk itu pendidikan IPS memegang peranan penting dalam mewujudkan
tujuan nasional. Hal ini karena mengembangkan potensi peserta didik menjadi
manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang
menjadi tujuan pendidikan nasional, juga merupakan tujuan Pendidikan IPS.
Pola pikir Pendidikan IPS dimasyarakat mempunyai sikap mental yang
kondusif dan siap menerima pembaharuan atau modernisasi, (1) Senantiasa
berorientasi kemasa depan, (2) Senantiasa berhasrat memanfaatkan dan
mengembangkan lingkungan demi peningkatan kesejahteraan hidup, (3) Senantiasa
menilai tinggi pada suatu prestasi, (4) Mampu menilai tinggi usaha pihak lain
yang meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Pendidikan IPS
yang selama ini terkesan jalan ditempat, masih belum mendapatkan posisi yang
membanggakan ditengah arus globalisasi. Menghadapi fenomena ini, pendidikan IPS
idealnya harus responsif dan menata diri berhadap dengan globalisasi. Menurut Somantri
(2001:134) PIPS harus mampu mengembangkan dan mempelopori pembaharuan dalam
IPS, karena dengan berkembangnya PIPS yang berpotensi untuk mengembangkan diri
kearah peningkatan mutu lewat berbagai pembaharuannya. Melihat fenomena dan
kecenderungan dunia yang terus maju, beberapa hambatan dan peluang pengembangan
PIPS. Pembaharuan kurikulum PIPS hendaknya bukan sekedar tambal sulam, tetapi
lebih bersifat interdisipliner dan berorientasi pada ‘functional knowledge’
serta aspirasi kebudayaan Indonesia dan nilai-nilai agama. Pengajar harus mampu
menyajikan pengajaran atau pembelajaran yang bersifat interdisiplin, berperan
sebagai fasiliator pembelajar dan menjadi problem solver baik dikampus atau sekolah
maupun ditengah-tengah masyarakat. Pengajar harus mampu memahami kebutuhan
dasar lingkungannya, sehingga pengajaran PIPS tidak bersifat kering. Membangun
hubungan secara sinergis antara LPTK, praktisi pendidikan, sekolah, pembuat
kebijakan pendidikan, serta berbagai elemen environment guna melakukan sharing untuk
menyusun kurikulum yang integratif dan responsif terhadap
permasalahan-permasalahan riil, baik lokal, regional, nasional maupun
internasional. Kurikulum IPS harus bersifat fleksibel, artinya senantiasa bisa
diubah, perubahan berjalan secara
kontinu supaya tidak ketinggalan zaman. Kurikulum PIPS mampu membuat estimasi
kehidupan yang akan berlangsung 30-50 tahun yang akan mendatang. Paradigma
kurikulum PIPS berorientasi kedepan. Anak didik pada masa sekarang, mereka akan
menempuh usia dewasanya pada 10-50 tahun yang akan datang. Konsekuensinya,
kurikulum harus mampu mengantisipasi kecendurungan-kecenderungan yang akan
datang.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa pendidikan IPS sebagai synthetic discipline berusaha
mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah
dan psikologis untuk tujuan pendidikan. PIPS mempunyai peran penting dalam
membangun identitas nasional untuk menjadikan peserta didik yang kreatif, mampu
memecahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga Negara yang baik
dan bermoral. Ditengah iklim globalisasi, PIPS tetap diperlukan baik sebagai
penopang identitas nasional, maupun problem solver masalah-masalah lokal,
regional, nasional, dan global.
Menurut Sapriya,
(2009:176) bahwa pengembangan PIPS di masyarakat adalah salah satunya dengan
pengembangan partisipasi sosial, dimana topic utama dari pengembangan
partisipasi sosial ini yakni pengembangan kepekaan sosial dan menerapkan
strategi pengembangan partisipasi sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar